Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa, yang ketika itu semua orang memakan riba. Yang tidak makan secara langsung, akan terkena debunya.” (Hr. Nasa`i, no. 4455, namun dinilai dhaif oleh al-Albani)
Meski secara sanad, hadits di atas adalah hadits yang lemah, namun makna yang terkandung di dalamnya adalah benar, dan zaman tersebut pun telah tiba. Betapa riba dengan berbagai kedoknya saat ini telah menjadi konsumsi publik, bahkan menjadi suatu hal yang mendarah daging di tengah banyak kalangan. Padahal, ancaman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang riba sungguh mengerikan, bagi orang yang masih memiliki iman kepada Allah dan hari akhir.
Dari Auf bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hati-hatilah dengan dosa-dosa yang tidak akan diampuni. Ghulul (korupsi). Barangsiapa yang mengambil harta melalui jalan khianat, maka harta tersebut akan didatangkan pada hari kiamat nanti. Demikian pula pemakan harta riba. Barangsiapa yang memakan harta riba, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan gila dan berjalan sempoyongan.” (Hr. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, no. 110; dinilai hasan li ghairihi oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 1862)
Berdasarkan hadits tersebut, maka pelaku riba itu telah menghalangi dirinya sendiri dari ampunan Allah.
Makna hadits di atas bukanlah menunjukkan bahwa meski orang yang memakan riba sudah bertobat, dia tetap tidak akan diampuni oleh Allah. Akan tetapi, maksudnya adalah menunjukkan tentang betapa besar dan mengerikannya dosa memakan riba.
Umat Islam bersepakat berdasarkan berbagai dalil dari al-Quran dan sunnah, bahwa orang yang bertobat dari dosa, maka Allah akan menerima tobatnya, baik dosa tersebut adalah dosa kecil maupun dosa besar.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh ada sejumlah orang dari umatku yang menghabiskan waktu malamnya dengan pesta pora dengan penuh kesombongan, permainan yang melalaikan, lalu pagi harinya mereka telah berubah menjadi kera dan babi. Hal ini disebabkan mereka menghalalkan berbagai hal yang haram, mendengarkan para penyanyi, meminum khamr, memakan riba, dan memakai sutra.”
(Hr. Abdullah bin Imam Ahmad, dalam Zawa`id al-Musnad [Musnad Imam Ahmad, no. 23483], dinilai hasan li ghairihi oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 1864)
Pada saat haji wada`, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Ingatlah, segala perkara jahiliah itu terletak di bawah kedua telapak kakiku. Semua kasus pembunuhan di masa jahiliah itu sudah dihapuskan. Kasus pembunuhan yang pertama kali kuhapus adalah pembunuhan terhadap Ibnu Rabi’ah bin al Harits. Dulu, dia disusui oleh salah seorang dari Bani Sa’ad, lalu dibunuh oleh Hudzail. Riba jahiliah juga telah dihapus. Riba yang pertama kali kuhapus adalah riba yang dilakukan oleh Abbas bin Abdil Muthallib. Sungguh, semuanya telah dihapus.” (Hr. Muslim, no. 3009; dari Jabir bin Abdillah)
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa riba itu berada di bawah telapak kaki beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menunjukkan betapa rendah dan hinanya pelaku riba. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menilai riba sebagai perkara jahiliah.
Dari Samurah bin Jundab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semalam aku bermimpi, bahwa ada dua orang yang datang, lalu keduanya mengajakku pergi ke sebuah tanah yang suci. Kami berangkat, sehingga kami sampai di sebuah sungai berisi darah. Di tepi sungai tersebut terdapat seseorang yang berdiri. Di hadapannya terdapat batu. Di tengah sungai, ada seseorang yang sedang berenang. Orang yang berada di tepi sungai memandangi orang yang berenang di sungai. Jika orang yang berenang tersebut ingin keluar, maka orang yang berada di tepi sungai melemparkan batu ke arah mulutnya.
Akhirnya, orang tersebut kembali ke posisinya semula. Setiap kali orang tersebut ingin keluar dari sungai, maka orang yang di tepi sungai melemparkan batu ke arah mulutnya sehingga dia kembali ke posisinya semula di tengah sungai. Kukatakan, ‘Siapakah orang tersebut?’ Salah satu malaikat menjawab, ‘Yang kau lihat berada di tengah sungai adalah pemakan riba.’” (Hr. Bukhari, no. 1979)
Dalam hadits di atas, tampak jelas sekali tentang betapa kerasnya hukuman bagi pemakan riba, sementara ketika di dunia dia mengira bahwa dirinya bergelimang kenikmatan.
Akhirnya, seluruh umat Islam beserta segenap ulamanya, baik yang terdahulu ataupun yang datang kemudian, telah sepakat bahwa riba adalah haram. Mereka juga menegaskan bahwa bunga bank dan yang semisal dengannya adalah haram.
Mereka juga sepakat bahwa siapa saja yang menghalalkan riba, maka dia kafir. Serta, siapa saja yang melakukan transaksi riba, namun masih memiliki keyakinan bahwa riba itu haram, maka dia telah melakukan dosa besar, tergolong sebagai orang yang fasik dan berani memerangi Allah dan rasul-Nya.
Para ulama telah menetapkan haramnya bunga yang telah dipatok di awal transaksi, misalnya 3%, 5%, dan seterusnya. Para ulama telah membantah orang-orang yang menghalalkan bunga bank dan merontokkan argumen-argumen mereka secara total. Tidak ada perbedaan antara bunga pinjaman, baik dalam jumlah kecil atau pun dalam jumlah besar. Semuanya adalah riba yang diharamkan.
(Sumber:Pengusahamuslim)
loading...
0 Response to "Bertaubatlah!! Kita sudah terjebak dengan RIBA AKHIR ZAMAN"
Post a Comment